Jakarta (26/11/2012)- Pada 17 Agustus 2012 lalu,
bangsa Indonesia memperingati Hari Ulang Tahun Kemerdekan RI ke-67. Di
usia kemerdekaan yang hampir tujuh dasa warsa ini, banyak masyarakat
Indonesia yang belum memahami seutuhnya filosofi lambang Negara, Garuda
Pancasila.
Tulisan ini, mencoba mengingatkan lagi hal-ihwal tentang lambang
negara, Garuda Pancasila. Setidaknya, informasi tentang hal-ikhwal
Garuda Pancasila, dapat melengkapi pemahaman terhadap dasar Negara.
Perancang Garuda Pancasila
Perancang lambang negara Indonesia adalah Sultan Hamid II. Sultan Hamid
II menggambarkan lambang negara berupa seekor Burung Garuda berwarna
emas dengan berkalungkan perisai yang di dalamnya bergambar
simbol-simbol Pancasila dan mencengkeram seutas pita putih yang
bertuliskan "BHINNEKA TUNGGAL IKA".
Lambang negara tersebut dirancang sejak Desember 1949, yaitu beberapa
hari setelah pengakuan kedaulatan Republik Indonesia Serikat oleh
Belanda. Untuk menseleksi lambang negara yang akan digunakan, maka
dibentuklah Panitia Lencana Negara pada 10 Januari 1950. Pada saat itu,
banyak usulan lambang negara yang diajukan kepada panitia. Dengan
melalui beberapa proses, rancangan karya Sultan Hamid II diterima dan
dikukuhkan sebagai lambang negara.
Sultan Hamid II dilahirkan pada tahun 1913 dengan nama Syarif Abdul
Hamid Alkadrie dan meninggal pada 1978. Sultan Hamid II dilahirkan dari
kesultanan Pontianak dan pernah menjabat sebagai Gubernur Daerah
Istimewa Kalimantan Barat serta menjadi Menteri Negara Zonder Portofolio
di era Republik Indonesia Serikat.
Atas usul dari Soekarno dan berbagai organisasi lainnya, rancangan
Sultan Hamid II tersebut disempurnakan sedikit demi sedikit. Pada Maret
1050, penyempurnaan sampai pada tahap finalisasi. Rancangan final
tersebut mulai diperkenalkan kepada masyarakat sejak 17 Agustus 1950,
dan sejak itu pula lambang tersebut digunakan. Pengesahan resmi lambang
Negara Garuda Pansaila pada 17 Oktober 1951, melalui Peraturan
Pemerintah (PP) No. 66 Tahun 1961yang dikeluarkan Presiden Soekarno dan
Perdana Menteri Sukiman Wirjosandjojo. Sedang tata cara penggunaannya
diatur melalui PP No. 43 Tahun 1958.
Sejak tahun 1951, belum ada nama sah dari lambang negara tersebut,
sehingga memunculkan banyak sebutan, diantaranya Garuda Pancasila,
Burung Garuda, Lambang Garuda, Lambang Negara atau hanya sekedar Garuda.
Oleh sebab itu, pada 18 Agustus 2000, melalui amandemen kedua UUD 1945,
MPR menetapkan nama resmi lambang negara.
Penulisan nama resmi lambang negara Indonesia tersebut terdapat dalam pasal 36 A UUD 1945 yang disebutkan sebagai Garuda Pancasila. Nama
tersebut sesuai dengan desain yang digambarkan pada lambang negara
tersebut, yaitu Garuda diambil dari nama burung dan Pancasila diambil
dari dasar negara Indonesia.
Filosofi Garuda Pancasila
Garuda Pancasila terdiri atas tiga komponen utama, yaitu Burung Garuda, Perisai dan Pita Putih.
Menurut Mitologi Hindu, Burung Garuda merupakan burung mistis yang
berasal dari India. Burung tersebut berkembang sejak abad ke-6 di
Indonesia. Burung Garuda itu sendiri melambangkan kekuatan, sementara
warna emas pada Burung Garuda itu melambangkan kemegahan atau kejayaan.
Jumlah bulu pada sayap Garuda sebanyak 17, bulu diekor berjumlah 8,
bulu di pangkal ekor berjumlah 19 dan bulu di leher berjumlah 45.
Bulu-bulu tersebut jika digabungkan menjadi 17-8-1945, yaitu
menggambarkan waktu kemerdekaan Indonesia diproklamasikan.
Di perisai yang terdapat pada Burung Garuda, mengandung lima buah
simbol yang masing-masing melambangkan sila-sila dari dasar negara
Pancasila. Perisai yang dikalungkan tersebut melambangkan pertahanan
Indonesia. Pada bagian tengah dari perisai tersebut terdapat simbol
bintang yang memiliki lima sudut. Bintang tersebut melambangkan sila
pertama Pancasila, yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa. Lambang bintang
tersebut dianggap sebagai sebuah cahaya, seperti cahaya kerohanian yang
dipancarkan oleh Tuhan kepada setiap manusia.
Dibagian bintang, terdapat latar berwarna hitam. Latar tersebut
melambangkan warna alam yang asli yang memiliki Tuhan, bukanlah sekedar
rekaan manusia, tetapi sumber dari segalanya dan telah ada sebelum
segala sesuatu di dunia ini ada.
Pada bagian kanan bawah, terdapat rantai yang melambangkan sila kedua
Pancasila, yaitu Kemanusiaan yang Adil dan Beradab. Rantai tersebut
terdiri atas mata rantai yang berbentuk segi empat dan lingkaran yang
saling berkaitan membentuk lingkaran. Mata rantai segi empat
melambangkan laki-laki, sedangkan yang lingkaran melambangkan perempuan.
Mata rantai yang saling berkait pun melambangkan bahwa setiap manusia,
laki-laki dan perempuan, membutuhkan satu sama lain dan perlu bersatu
sehingga menjadi kuat seperti sebuah rantai.
Pada bagian kanan atas, terdapat gambaran pohon beringin yang
melambangkan sila ketiga, yaitu Persatuan Indonesia. Kenapa pohon
beringin yang digunakan? Karena pohon beringin merupakan pohon besar
yang bisa digunakan oleh banyak orang sebagai tempat berteduh
dibawahnya. Hal tersebut dikorelasikan sebagai Negara Indonesia, dimana
semua rakyat Indonesia dapat “berteduh” di bawah naungan Negara
Indonesia. Tak hanya itu saja, pohon beringin memiliki sulur dan akar
yang menjalar ke segala arah. Hal ini dikorelasikan dengan keragaman
suku bangsa yang menyatu di bawah nama Indonesia.
Pada bagian kiri atas, terdapat kepala banteng. Kepala banteng tersebut
melambangkan sila keempat Pancasila, yaitu Kerakyatan yang Dipimpin
oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan Perwakilan. Disini,
kepala banteng memiliki filosofi sebagai hewan sosial yang suka
berkumpul, seperti halnya musyawarah, dimana orang-orang berdiskusi
untuk melahirkan suatu keputusan.
Di bagian kiri bawah, terdapat lambang padi dan kapas. Lambang tersebut
melambangkan sila ke lima Pancasila, yaitu Keadilan Sosial Bagi Seluruh
Rakyat Indonesia. Lambang tersebut dianggap dapat mewakili sila kelima,
karena padi dan kapas merupakan kebutuhan dasar setiap manusia, yakni
pangan dan sandang, sebagai syarat utama untuk mencapai kemakmuran. Hal
itu sesuai dengan tujuan utama dari sila kelima ini.
Di lambang perisai sendiri, terdapat garis hitam tebal yang melintang
di tengah-tengah perisai. Garis hitam tebal tersebut melambangkan garis
khatulistiwa yang melintang melewati wilayah Indonesia. Sedangkan warna
merah dan putih yang menjadi latar pada perisai tersebut merupakan warna
bendera negara Indonesia. Merah, memiliki makna keberanian dan putih
melambangkan kesucian.
Pada bagian bawah Garuda Pancasila, terlihat pita putih yang
dicengkram, pita tersebut bertuliskan “BHINNEKA TUNGGAL IKA”. Tulisan
tersebut ditulis dengan menggunakan huruf latin dan merupakan semboyan
negara Indonesia. Bhinneka Tunggal Ika, dalam bahasa Jawa Kuno memiliki
arti “berbeda-beda tetapi tetap satu jua.”
Kata Bhinneka Tunggal Ika sendiri dikutip dari buku Sutasoma yang
dikarang oleh seorang pujangga di abad ke-14 dari Kerajaan Majapahit,
Mpu Tantular. Kata tersebut memiliki arti sebagai persatuan dan kesatuan
Nusa dan Bangsa Indonesia yang terdiri atas berbagai pulau, ras, suku,
bangsa, adat, kebudayaan, bahasa, serta agama.
Makna Lambang Negara Garuda Pancasila sangat relevan dengan kondisi
bangsa Indonesia yang terdiri dari pelbagai macam suku, ras, budaya,
adat, bahasa dan agama. Apabila seluruh masyarakat Indonesia bisa
memahami filosofi lambang negara tersebut dengan baik, maka keutuhan dan
persatuan bangsa dapat terjaga. Dengan Dasar Negara yang kuat,
Indonesia akan menjadi negara besar, maju, dan rakyatnya
sejahtera.(*/dari berbagai sumber)
0 komentar:
Posting Komentar